Minggu, 11 Juni 2017

Pengembangan Pembelajaran Pendidikan Matematika Berbasis Etnomatematika yang diampu oleh Prof. Dr. Marsigit, M.A.

By:   Rindang Wijayanto (14301241028) Pendidikan Matematika A 2014 FMIPA 
         Universitas Negeri Yogyakarta

Orang yang memiliki jiwa etnomatematika adalah orang yang mempertahankan kaum lemah/ siswa lemah. Untuk belajar matematika yang formal, menggunakan matematika konkrit. Benda benda yang nyata disekitar kita lalu dibuat modelnya setelah itu dibuat matematika formalnya. Seperti pembelajaran Realistic Mathematics Education tedapat beberapa tahap yang dimulai dari matematika konkrit, model konkrit, model formal, dan yang terakhir matematika formal. Fungsi dari etnomatematika adalah menyediakan matematika konkrit dalam rangka untuk belajar matematika.

Di dalam pembelajaran sebagai seorang guru tidak boleh marah kepada siswa, bisa diibaratkan gunung api yang memuntahkan lava yang akan menyebabkan udara panas yang menghanguskan bagi yang dimarahi. Bisa hancur lebur minat dan intuisi siswa.

Menurut teori pengetahuan Immanuel Kant, langit itu logika dan bumi itu kenyataan. Teori itu langit, bumi itu prakteknya. Semua logika itu resepnya/prinsip, sedangkan bumi itu bayangannya pelaksanaanya, wujudnya. Maka bisa bertemu satu antara lain diperlukan perantara seperti microteaching untuk mempertemukan antara bumi dan langit.

Persoalan pendidikan matematika di Indonesia adalah bagaimanan pembelajaran itu menjadi inovatif, oleh karena itu harus dirubah paradigmanya. Dalam pembelajaran tradisional guru itu otoriter atau memaksakan kehendak siswa. Oleh karena itu harus dirubah paradigmanya menjadi konstruktivisme. Siswa diibaratkan benih, siswa dibiarkan berkembang sesuai potensinya. Tugas guru bagaikan petani yaitu memfasilitasi siswa agar siswa dapat berkembang. Oleh karena itu diperlukan komponen pembelajaran inovatif.

Berikut komponen pembelajaran inovatif:
  1. RPP pembelajaran inovatif
  2. LKS yang memfasilitasi siswa
  3. Appersepsi yang memberikan siswa untuk melakukan kegiatan secera langsung
  4. Variasi Media
  5. Variasi Metode
  6. Variasi Interaksi
  7. Diskusi Kelompok
  8. Skema Pencapaian Kompetensi Siswa
  9. Refleksi Siswa (Presentasi Siswa)
  10. Kesimpulan oleh siswa
  11. Portofolio (Assesmen)

Mahasiswa juga melakukan penelitian, survey dan studi kasus etnomatematika di Museum Sonobudoyo ketika ada pertunjukan wayang untuk menganalisis objek yang dapat digunakan untuk pengembangan perangkat pembelajaran matematika berbasis etnomatematika. Setelah melakukan penelitian, survey dan studi kasus etnomatematika di Museum Sonobudoyo diperoleh beberapa objek yang dapat digunakan untuk pembelajaran matematika misalnya gong, kendhang, saron, bonang dan sebagainya.

Selain di Museum Sonobudoyo Mahasiswa pun melakukan penelitian, survey dan studi kasus etnomatematika di Keraton Yogyakarta, Candi Borobudur, Candi Prambanan untuk menganalisis artefak atau objek yang dapat digunakan untuk pengembangan perangkat pembelajaran matematika berbasis etnomatematika serta menerapkan pengembanan model pembelajaran matematika berbasis etnomatematika ketika pembelajaran di dalam kelas. Setelah melakukan penelitian, survey dan studi kasus etnomatematika di di Keraton Yogyakarta, Candi Borobudur, Candi Prambanan diperoleh beberapa objek yang dapat digunakan untuk pembelajaran matematika misalnya atap Keraton Yogyakarta, Prasasti Candi, dan sebagainya. Setelah itu, juga ada mahasiswa yang melakukan praktik pembelajaran berbasis etnomatematika yang di amati langsung oleh Prof. Dr. Marsigit, M.A.


Selain itu, Prof. Dr. Marsigit, M.A juga mengajarkan bahwa sebagai generasi muda kita tidak boleh memiliki jiwa inverior (menunjuk orang lain), kita harus mengusulkan diri kita sendiri dan tetap teguh memegang kepala/hati kita.

Minggu, 21 Juni 2015

10 ATURAN BELAJAR

10 Aturan Belajar Yang Baik
oleh Barbara Oakley, PhD, PE
  1. Gunakan ingatan. Setelah anda membaca sebuah halaman, berpalinglah dan ingat kembali isinya. Perhatikan sedikit saja, dan jangan pernah memperhatikan apapun yang tidak masuk kedalam ingatanmu ketika pertama kali membaca. Coba ingat kembali ide-ide utama ketika anda berjalan ke kelas atau diruangan yang berbeda dari tempat sebenarnya anda mempelajari itu. Kemampuan untuk mengingat kembali – untuk menghasilkan ide-ide dari dalam dirimu – adalah salah satu kunci indikator dari belajar yang baik.
  2. Ujilah dirimu. Dalam segala hal. Setiap waktu. Kartu pengingat adalah temanmu.
  3. Gumpalkan masalahmu. Chunking adalah memahami dan melatih sebuah solusi dari masalah sehingga semua dapat datang kedalam ingatanmu dalam sekejap. Setelah anda menyelesaikan sebuah masalah, latihlah kembali. Pastikan anda dapat menyelesaikan masalah itu tanpa berpikir keras – setiap langkah. Anggap itu adalah sebuah lagu dan diputar berulang ulang didalam ingatanmu, sehingga informasi yang ada menjadi sebuah gabungan yang halus yang bisa anda keluarkan semau anda.
  4. Beri jarak utuk setiap pengulangan. Perluas belajarmu dalam pembelajaran apapun sedikit demi sedikit setiap hari, seperti atlet. Otakmu itu seperti otot - hanya bisa menerima latihan secara terbatas dalam suatu subjek dalam jangka waktu tertentu.
  5. Mencoba menggunakan teknik pemecahan masalah yang berbeda saat latihan. Jangan latihan terlalu lama mengguakan hanya satu teknik pemecah masalah dalam satu sesi pembelajaran – setelah beberapa lama, anda hanya mengulang apa yang anda kerjakan. Gabungkan beberapa caradan kerjakan. Ini akan mengajarimu bagaimana dan kapan menggunakan suatu cara. (Kebanyakan buku tidak dibuat untuk hal ini, sehingga anda harus melakukan ini sendiri.) Setelah setiap tugas dan ujian, perhatikan setiap kesalahanmu, pastikan anda paham kenapa bisa membuat kesalahan, dan kerjakan soal itu kembali dengan cara yang benar. Untuk belajar efektif, tulis tangan (jangan diketik) suatu masalah di kartu pengingat dan tulis jawabannya di sebaliknya. (Menulis tangan akan lebih membangun ingatan daripada diketik). Anda dapat juga dapat mengambil gambar dari kartu pengingatmu jika ingin belajar dari aplikasi di smartphone anda. Ujilah diri anda dengan pertanyaan secara acak dari pertanyyan yang berbeda tipe. Cara lain, anda bisa buka halaman acak dalam bukumu, pilih suatu soal, dan coba lihat apakan anda dapat menyelesaikan soal itu tanpa mengalami kesulitan.
  6. Istirahatlah. Sudah umum tidak dapat menyelesaikan masalah atau mencati tahu konsep dalam matematika atau sains saat pertamakali bertemu mereka. Karena itulah belajar sedikit demi sedikit setiap hari lebih baik daripada belajar banyak dalam waktu yang singkat. Ketika anda mendapatkan kesulitan dengan masalah matematika atau sains, istirahatlah sehingga bagian lain dalam pikiranmu dapat mengambil alih dan bekerja sendiri tanpa anda sadari.
  7. Gunakan pertanyaan dengan jawaban yang menjelaskan dan analogi simpel. Setiap anda menemukan kesulitan dengan sebuah konsep, tanyakan ke dirimu, Bagaimana saya dapat menjelaskan ini sehigga anak 10 tahun pun bias mengerti ? menggunakan analogi sangatlah membantu, seperti berkata bahwa listrik mengalir seperti air mengalir.   Jangan hanya berpikir anda dapat menjelaskan – katakana dengan keras atau tuliskan. Usaha tambahan untuk mengatakan dan menuliskan yang anda pikirkan akan membantu mendalami (merasuk dalam ingatanmu) apa yang sedang anda pelajari.
  8. Focus. Matikan semua yang dapat mengganggu dari telephone genggam smpai komputermu, dan nyalakan pegingat waktu untuk 25 menit kedepan. Fokuskan konsentrasimu dalam 25 menit dan cobalah belajar semampumu. Setelah pengingat waktu menyala, berikan dirimu sendiri sebuah hadiah yang menyenangkan. Lakukan beberapa kali sehari dan cara ini akan memberikan kemajuan yang besar. Coba untuk menentukan waktu dan tempat dimana belajar – bukan melihat komputer dan telefon genggammu – adalah sesuatu yang anda sering lakukan.
  9. Eat your frogs first. Lakukan hal yang paling sulit di awal hari, ketika anda merasa masih segar.
  10. Buatlah sebuah perbandingan mental. Bayangkan dimana awalnya dirimu datang dan bandingkan dengan impian dimana belajarmu akan membawamu. Tempelkan gambar atau kata-kata di tempatmu belajar untuk mengingatkanmu akan impianmu. Lihatlah tempelanmu itu ketika anda  merasa motivasimu kurang. Ini akan memberikan balasan yang baik tidak hanya untukmu, tapi juga yang anda kasihi!.


Sepuluh Aturan Belajar yang Buruk
oleh Barbara Oakley, PhD, PE
  1. Membaca ulang dengan pasif- duduk dengan pasif dan melihat kembali suatu halaman. Kecuali Anda dapat membuktikan bahwa materi dapat merasuk ke otak Anda dengan mengingat kembali ide-ide utama tanpa melihat halamannya , membaca ulang adalah sebuah kegiatan membuang waktu.
  2. Memberikan tanda pada teks yang membebanimu. Menandai suatu teks dapat membuatmu berpikir anda sedang memasukkan ilmu kedalam otakmu, ketika yang sebenarnya anda lakukan hanya menggerakkan tanganmu. Menandai teks sedikit disini dan disana mungkin boleh-boleh saja – terkadang itu dapat sangat membantu menandai hal yang penting. Tetapi jika anda menggunakan penanda sebagai alat pengingat, pastikan yang anda tandai itu juga masuk ke dalam otakmu.
  3. Hanya melihat soal sekilas dan menganggap bahwa anda tahu bagaimana cara menyelesaikannya. Ini adalah salah satu kesalahan paling fatal yang siswa lakukan ketika belajar. Anda perlu dapat menyelesaikan suatu masalah langkah demi langkah, tanpa melihat jawabannya.
  4. Menunggu sampai menit terakhir untuk belajar. Apakah anda akan latihan untuk lomba lari sehari sebelumnya? Otakmu itu seperti otot – hanya dapat menerima ilmu yang terbatas dari suatu subjek dalam suatu waktu.
  5. Memecahkan masalah yang memiliki jenis yang sama yang sudah anda tahu caranya berulang kali. Kalau anda hanya duduk diam mengerjakan soal yang hampir sama untuk latihan, anda tidak sedang mempersiapkan diri untuk suatu ujian – itu seperti mempersiapkan pertandingan basket hanya dengan latihan menggiring bola.
  6. Membuat belajar bersama teman sebagai waktu untuk berbincang. Latihan soal bersama teman, dan memberi pertanyaan kepada satu sama lain tentang apa yang anda tahu, bisa menjadi belajar yang menyenangkan, menunjukkan kekuranganmu dalam berfikir, dan memperdalam belajarmu. Tetapi kalau sesi belajar dengan teman beralih menyenangkan sebelum belajarmu selesai, anda hanya menghabiskan teman dan perlu mencari teman belajar yang lain.
  7. Melalaikan membaca buku sebelum mulai mengerjakan soal. Apakah anda akan pergi berenang sebelum anda bisa berenang? Bukumu adalah pelatih renangmu – dan dapat membantumu menuju jawaban yang benar. Anda akan bersusah payah dan membuang waktumu jika anda tidak mau membacanya dahulu. Tetapi sebelum membaca, anda juga dapat melihat sekilas soal seperti apa yang akan anda kerjakan agar tahu secara umumnya.
  8. Tidak bertanya pada guru atau teman anda untuk mengatasi kbingungan. Guru sering kekurangan murid yang datang untuk petunjuk – itu adalah pekerjaan kami untuk membantumu. Murid-murid yang kami khawatirkan adalah mereka yang tidak datang untuk bertanya. Jangan jadi murid yang seperti itu.
  9. Beranggapan anda sudah belajar mendalam padalah sering terpecah konsentrasinya. Setiap kali anda terganggu sms atau percakapan berarti anda memberikan lebih sedikit kekuatan otak untuk belajar. Tiap tarikan yang mengganggu perhatianmu menarik sedikit daya ingatmu yang memperlambat kemmapuan mengingatmu.
  10. Tidak cukup tidur. Otakmu menyatukan teknik pemecahan masalah ketika anda tidur, dan juga melatih dan mengulangkembali apapun yang anda masukkan ke dalam otakmu sebelum anda tidur. Kelelahan yang berkelanjutan membuat racun menumpuk dalam otak dan mengganggu saraf penghubung yang anda perlukan untuk berfikir cepat dan baik. Jika anda tidak cukup tidur sebelum ujian, TIDAK ADA SATU PUN YANG TELAH ANDA KERJAKAN YANG AKAN TETAP BERMAKNA.

Minggu, 10 Mei 2015

Summary of the article “Mathematics Lessons from Finland and Sweden” that written by Rebecca L. Seaberg

Finland has become known for its steady improvements in its educational system over the past forty years and for high scores in reading, math, and science, according to the Organization for Economic Co-operation and Development’s (OECD) Program for International Student Assessment (PISA) of fifteen-years-old conducted every three years since 2000. Mathematics classrooms in Finland and Sweden are very similar to what would be considered traditional classrooms in the United States.
The mathematics lesson study in Finland is emphasis on on some key concepts like everyday applications, problem solving, and the student’s own thinking, experimental learning and the student’s active role in acquiring information. Mathematics textbooks in Finland have all the answers in the back of the book, so students can always check to see whether they have gotten the right answer. Sweden is similar, except that the books also contain some solutions in the back instead of just answers.
Finnish teachers have more time in their day to plan curriculum, assess learning, provide remedial help, and reflect on their teaching. Schools in Finland and Sweden have more relaxed atmosphere, with at least fifteen minutes between classes. Finnish schools also emphasize cooperation between schools instead of competition. Sweden emphasize on oral communication within math curriculum, different from Finland. Teachers describe the focus in Sweden as more accommodating to the student’s needs, whereas in Finland the priority seemed to be that everyone should learn the subjects well.
The only standardized assessment in Finland, the Matriculation Examination (ME), is taken at the end of grade 12 in upper-secondary school and is a significant factor in acceptance to university programs. Even if its just once, the teachers still feels pressured, as they have to prepare the students for the test.
In Finland is that mathematics teachers in lower-secondary school and upper-secondary school must have a master’s degree in mathematics, whereas preschool and elementary teachers must earn a master’s degree in education. Teachers are held in high esteem in Finland. This was because  after World War II, three pillars of society rebuilt Finland: priests, doctors, and teachers. But, teacher in Sweden are poorly respected, and are blamed for many Swedish society’s problem.

Sabtu, 03 Januari 2015